Alfaqih Warsono
Dewasa ini banyak orang yang hanya karena sesuatu hal yang
tidak sesuai dengan kemauannya atau karena kesal terhadap sesuatu, ia lalu tega
membunuhnya. Ada
saudara yang kesal dengan saudaranya yang lain, ia bunuh. Seorang ibu karena
kesal dengan suaminya, anaknya dibunuh. Anak karena ia tidak dibelikan sepeda
motor, orang tuanya dibunuh. Karena mempertahankan eksistensinya (bangga
berkelompok) terakumulasi dengan membunuh siapa yang ia temui (Geng Motor).
Karena takut ketahuan rahasianya oleh seseorang, maka ia pun dibunuhnya.
Dengan kata lain membunuh merupakan alat melampiaskan
dendam, amarah, kesukaan, dan kebanggaan terhadap kelompok. Bahkan ada kelompok
yang jika ia mampu membuniuh, ia akan merasa memiliki kebahagiaan tersendiri
(psikopat) (lihat : Gejala-gejala psikopat. http://id.wikipedia.org/wiki/Psikopat
).
Pembunuhan pertama yang dilakukan umat manusia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil bin Adam seperti dilukiskan dalam Al Quran
surat Al Maidah
[5]:30:
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ
فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Maka hawa nafsu
Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu
dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.”
Membunuh manusia dibolehkan dalam kasus : (1) qishash
seperti disebut dalam QS Al Maidah[5]:
45 “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. “ (2) membalas
serangan orang kafir seperti disebut
dalam QS Al Maidah [5]: 33 “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian
itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar. ” (3) tidak sengaja.
Untuk kasus yang ke-3 tersebut di atas pun harus melalui
prosedur sebagai bentuk taubatnya, sebagai dijelaskan dalam QS An Nisa
[4]: 92
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِناً
إِلاَّ خَطَئاً وَمَن قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَئاً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ
وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ أَن يَصَّدَّقُواْ فَإِن كَانَ مِن
قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مْؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَإِن
كَانَ مِن قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى
أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةً فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللّهِ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً
Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh
seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si
terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mu'min, maka (hendaklah si
pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari
kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sedangkan untuk kasus membunuh manusia secara sengaja dan
pasti terencana, maka tidak ada balasan lain selain adzab siksa Neraka, seperti
dijelaskan pada ayat berikutnya QS An Nisa [4] : 93
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً
فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan
sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
Bagaimana jika yang terbunuh itu orang mukmin yang ada
alasannya (untuk dibunuh atau ikut terbunuh) secara sengaja, apakah dibenarkan
seperti dengan illat “illa bil haqq” (kecuali dengan suatu alasan yang benar)? Seperti
dalam QS Al Isra [17]:33
وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. “
atau QS Al Furqan [25]: 68
وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
“dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, “
Jawabannya adalah tetap saja tidak boleh, berdasarkan keterangan Ibnu Abbas ra. Seperti tertuang dalam Mukhtashar Shahih Muslim, Darul Hadits, Al Qahirah, 2003, pada hadits no. 2132
عن سعيد بن جُبَيْر قال: قُلْتُ لابْنِ عَبَّاسٍ ر.ع.: أَلِمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا مِنْ تَوْبَةٍ ؟ قال: لاَ، قال: فَتَلَوْتُ عَلَيْهِ هَذِهِ الآيَةَ الَّتِيْ فِي الْفُرْقَانِ :{ وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ} إلى آخِرِ الآيَةِ، قال: هَذِهِ آيَةٌ مَكِيَّةٌ، نَسَخَتْهَا آيَةٌ مَدَنِيَّةٌ: { وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا}
Dari Said bin Jubair berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas ra. : Apakah terdapat taubat bagi orang yang membunuh orang mukmin dengan sengaja? Ibnu Abbas menjawab: tidak ada. Aku (Said bin Jubair) berkata: Lalu aku bacakan ayat ini dalam Surat Al Furqan (QS Al Furqan [25]:68): “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,” sampai akhir ayat. Ibnu Abbas ra menjawab : ini adalah ayat Makkiyah (turun lebih awal), sudah dinasakh (sudah dihapus) oleh ayat Madaniyyah (turun beriukutnya), yaitu: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya, “.
Bagaimana pula jika yang dibunuh itu bukan mukmin,
non-muslim secara sengaja dan terencana. Jawabannya tetap saja tidak boleh
dibunuh. Ini berdasarkan apa yang tersirat dalam asbabun Nuzul QS An Nisa
[4]: 94, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas ra. dalam Mukhtashar Shahih
Muslim, Darul Hadits, Al Qahirah, 2003, pada hadits no. 2133
عن ابن عباس ر.ع. قال: لَقِيَ النَّاسُ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَجُلاً فِي غُنَيْمَةٍ لَهُ، فقال: السَّلاَمُ عَلَيْكُم،
فَأَخَذُوْهُ فَقَتَلُوْهُ وَأَخَذُوْا تِلْكَ الْغُنَيْمَةَ، فَنَزَلَتْ : {وَلاَ
تَقُولُواْ لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلاَمَ لَسْتَ مُؤْمِناً} وَقَرَأَهَا
ابنُ عَبَّاسٍ: {السَّلاَمَ}
Dari Ibnu Abbas ra berkata: orang-orang dari kaum muslimin
menjumpai orang (laki-laki) dalam perkara barang rampasan perang ada padanya. Lalu
orang itu mengucap salam: “Assalamu alaikum”. Kemudian orang-orang muslim
menangkapnya dan membunuhnya lalu mengambil harta rampasan perang (miliknya)
itu. Lalu turunlah ayat ke-94 dalam QS An Nisa [4] “janganlah kamu mengatakan
kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan
seorang mu'min" (lalu kamu membunuhnya),”
Ayat selengkapnya adalah: (QS An Nisa [4]:94) “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka
telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan
"salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mu'min" (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di
sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu
Allah menganugerahkan ni`mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Seru banget artikelnya mas ...!!!
BalasHapus