Alfaqih Warsono
Akhir-akhir ini tengah digandrungi oleh “kaum gaul”
mengucapkan salam dengan ucapan “mikum”, “samikum”, atau “likum” ketika mereka
memasuki suatu pintu (rumah, kantor), atau ketika berjumpa dengan orang lain. Ucapan
tersebut mengalahkan pamornya salam dengan “assalamu alaikum”. Ucapan tersebut
dipakai oleh berbagai kalangan, mulai anak-anak pelajar, mahasiswa, ibu-ibu
arisan, remaja, pegawai kantoran, karyawan (perusahaan, toko, pabrik, LSM),
bahkan ada juga di anatara beberapa guru.
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْراً
“Hanya dirimu
sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu.”
Alangkah lebih baik jika pergaulan menggunakan bahasa dan
gaya “ber-gaul Islami”, artinya gaul yang diselaraskan dengan budaya Islam, insya
Allah mengandung barokah, rahmah dan maghfiroh. Jika tidak, sesungguhnya ini
berarti diperdaya oleh syaitan. Ingat bahwa:
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ
وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“ Sesungguhnya
syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS Al Baqarah [2]: 169)
Berangkat dari keterangan-keterangan tersebut di atas,
hendaklah kita tidak mengucapkan “salam” sesuai kehendak kita yang katanya “lagi
nge-trend dan gaul”, melainkan yang baik dan mengandung rahmat.
وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ
“Dan katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih
baik (benar). (QS Al Isra [17]: 53)”.
Yang dimaksud perintah Nabi dengan:
يا أيها الناس! أَفْشُوا السَّلاَمَ،
“hai manusia, tebarkan
salam” (seperti dalam HR Ibnu Majah,
hadits no. 3251) adalah ucapan yang mengandung doa bagi yang diucapi salam,
begitu juga bagi yang mengucapkan karena ucapan salam akan dikembalikan kepada
yang mengucapkannya. Bukankah mengucap “salam” itu sunnah dan menjawab “salam”
itu wajib, bagian dari hak orang Islam atas orang Islam lainnya.
Menjawab salam adalah perbuatan yang diperintah dalam Islam.
Menjawab salam diutamakan dengan jawaban yang lebih baik. Namun demikian jika
tidak memungkinkan, maka minimal sama dengan ucapan salamnya orang yang
mengucapkannya. Ini berdasarkan QS An Nisa [4]: 86.
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ
بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
حَسِيباً
“Apabila kamu
dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang
lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungkan segala sesuatu.”
Ucapan salam adalah merupakan ucapan penghormatan (tahiyyat)
sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas dan dalam sebuah riwayat Al Bukhari
berikut ini, yakni ketika Allah menciptakan Adam as, Allah berfirman kepada
Adam :
اذهب فسلم على أولئك، نفر من الملائكة، جلوس،
فاستمع ما يحيونك، فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ، فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ، فَقَالُوْا: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، (رواه البخارى عن
أبي هريرة)
“pergilah lalu
ucapkan salam kepada mereka (golongan malaikat), lalu dengarkan apa yang mereka
tahiyatkan (beri penghormatan) kepadamu, karena itu sesungguhnya tahiyatmu dan
tahiyat anak cucumu, lalu ia mengucap “ assalamu’alaikum”, kemudian mereka
menjawab “assalamu’alaika warahmatullah”…”
Sehingga ketika seseorang mengucapkan “assalamu ‘alaikum”,
maka jawaban yang lebih baik adalah “wa ‘alaikumus salam warahmatullah”, dan jika
seseorang mengucapkan “assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh”, maka
jawaban yang lebih baik adalah dikembalikan sama dengan ucapan salamnya, yakni
“wa ‘alaikumus salam warahmatullahi wa barakatuh”. Tidak ada petunjuk menjawab
salam melebihi ucapan “wa barakatuh”. Berikut ini riwayat yang memberi sokongan
konsep di atas:
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَن يَحْيَى بن سَعِيدٍ
أَنَّ رَجُلاً سَلَّمَ عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَر فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ وَالْغَادِيَاتُ الرَّائِحَاتُ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ
اللهِ بْنِ عُمَرَ وَعَلَيْكَ أَلْفًا ثُمَّ كَأنَّهُ كَرِهَ ذَلِكَ (رواه مالك فى
الموطأ)
Diriwayarkan dari Malik dari Yahya bin Sa’id bahwa
sesungguhnya seorang laki-laki memberi salam kepada Abdullah bin Umar, katanya:
Assalamu’alaika wa rahmatullahi wa barakatuh wal ghadiyatu war raihat” Ibnu
Umar menjawab : “Wa ‘alaika alfan” (sama-sama 1000 kali), seakan-akan ia
tidaksuka ucapan salam itu. (HR Malik dalam Al Muwatho, hadits no. 1727)
Juga hadits no. 1722 dari Malik dari Wahab bin Kisyan dari
Muhammad bin Amru bin Atho bahwa ia berkata “aku duduk bersama Abdullah bin
Abbas lalu masuklah orang dari Yaman dan mengucap salam:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kemudian ditambahi ucapan salam tersebut dengan ucapan yang
lainnya, maka Ibnu Abbas menjelaskan:
إِنَّ السَّلاَمَ اِنْتَهَى إِلَى الْبَرَكَةِ
(sesungguhnya
salam itu berakhir hanya sampai ucapan “wa barakatuh” saja).
Namun ketika ucapan salam tidak baik, tidak bermakna sama
sekali atau mendoakan yang tidak baik, terlebih tidak mengandung doa kebaikan,
tidaklah perlu kita jawab dengan jawaban yang baik. Tidaklah termasuk ucapan
salam yang baik dan pasti tidak mengandung doa kebaikan jika ada orang mengucap
salam dengan : *mikum, atau *likum. Bahkan ada ucapan salam masa
kini yang berarti sama dengan yang pernah disampaikan orang Yahudi di masa Nabi
SAW, yaitu : *samikum, semikum. Hadits yang dimaksud adalah:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ الْيَهُوْدَ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَحَدُهُمْ فَإِنَّمَا يَقُوْلُ السَّامُ
عَلَيْكُمْ فَقُلْ عَلَيْكَ (رواه مالك في الموطأ)
Diceritakan dari malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah
bin Umar, bahwa ia berkata Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya orang Yahudi
apabila mengucap salam kepadamu, ia mengucapkan *sam alaikum, *samlikum
(assamualaikum) (yang berarti mudah-mudahan kamu mendapat “racun”. Maka
jawablah dengan ucapan: ‘alaika (berarti
“racun bagimu”). (HR Malik dalam kitab Muwattho, hadits no. 1723)
Oleh karena itu marilah kita mengucap salam yang baik dan
mengandung doa kebaikan. Ingat
“assalamu alaikum” berarti “mudah-mudahan kamu mendapat keselamatan dan
kesejahteraan”. Ucapan “assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh” berarti “mudah-mudahan
kamu mendapat keselamatan/ kesejahteraan, rahmat (kasih sayang) Allah dan
barokahNya”. Maka kita jawab “wa ‘alaikumus salam warahmatullahi wa barakatuh”
yg berarti ““mudah-mudahan kamu juga mendapat keselamatan/ kesejahteraan,
rahmat (kasih sayang) Allah dan barokahNya”.
Meskipun mengucap salam dihukumi sunnah dan menjawabnya
dihukumi wajib, namun yang sangat dianjurkan adalah justru yang mengucap salam
lebih dulu. Hal ini berdasar pada hadist
حَدَّثَنَا عَلِي بْنِ عَبْدِ الله: حَدَّثَنَا
سُفْيَان، عَن الزُهْرِي، عَن عَطَاءِ بْنِ يَزِيْد اللَّيْثِي، عَنْ أبِيْ أيُّوب
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ
أنْ يهجر أخَاهُ فَوْقَ ثَلاثٍ، يَلْتَقِيَانِ: فَيَصُدُّ هَذَا ويصد هذا، وَخَيْرُهُمَا
الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ). وذكر سفيان: أنه سمعه منه ثلاث مرات.
Diceritakan dari Ali bin Abdullah dari Sufyan dari az Zuhry
dari Atho bin Yazid allaitsy dari Abu Ayyub ra dari Nabi SAW berkata: tidak halal
bagi orang Islam mendiamkan saudaranya (yang muslim) lebih dari 3 hari, lalu ia
mencegah ini dan ini, dan yang terbaik dari, mereka berdua adalah yang
mengawali mengucap salam. (HR Al Bukhary, hadist no. 5883)
Wallahu a'lam.