Minggu, 22 Januari 2012

Hukum Meninggalkan Shalat

Alfaqih Warsono



Syariah Seputar Hukum Islam

Telah kita ketahui kesepakatan ulama tentang kafir orang yg menentang kewajiban shalat. Namun bagi yg meninggalkan krn malas terlebih lagi ia masih mengimani bahwa shalat itu amalan yg disyariatkan ada perbedaan pendapat di kalangan ulama antara yg mengkafirkan dgn yg tdk mengkafirkan dan apakah ia dibunuh atau tidak.

Masalah hukum orang yg meninggalkan shalat ini memang merupakan masalah khilafiyyah sejak zaman dahulu di kalangan salaful ummah dan perselisihan teranggap . Oleh krn itu janganlah kita gegabah menuduh orang yg menyelisihi pendapat kita dlm hal ini semisal kita mengatakan Murji` atau menvonis dgn Khariji . Hukum asal dlm hal khilaf yg mu’tabar adl seseorang tdk boleh mengingkari pendapat orang lain dan mencelanya. Mencela seseorang krn mengikuti pendapat ulama dari kalangan salaf sama dgn mencela ulama salaf tersebut. Karena itu sekali lagi kita tegaskan janganlah kita memboikot dan mencela saudara kita dlm permasalahan-permasalahan yg kita dapati para ulama kita juga berbeda pendapat di dalamnya. Memang masalah fiqih yg seperti ini kita dapati para ulama sering berbeda pendapat dan mereka pun melapangkan bagi saudara selama permasalahan itu memang dibolehkan/ dilapangkan utk berijtihad.

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu menyatakan bahwa permasalahan meninggalkan shalat ini termasuk permasalahan yg sangat besar yg pada hari ini banyak orang terjatuh di dlm . Dan ulama beserta para imam dari kalangan umat ini yg dahulu maupun sekarang berselisih pendapat tentang hukumnya.
Orang yg meninggalkan shalat fardhu dgn sengaja berarti ia telah melakukan dosa yg teramat besar. Dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala lbh besar daripada dosa membunuh jiwa yg tdk halal utk dibunuh atau dosa mengambil harta orang lain secara batil atau dosa zina mencuri dan minum khamr. Meninggalkan shalat berarti menghadapkan diri kepada hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemurkaan-Nya. Ia akan dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala baik di dunia maupun di akhiratnya.
Tentang hukuman di akhirat bagi orang yg menyia-nyiakan shalat dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm firman-Nya:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَ
“Apakah yg memasukkan kalian ke dlm neraka Saqar?” Mereka menjawab “Kami dahulu tdk termasuk orang2 yg mengerjakan shalat.”

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ
“Maka celakalah orang2 yg shalat yaitu mereka yg lalai dari mengerjakan shalatnya.”

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاَةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah setelah mereka pengganti yg jelek yg menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu mk kelak mereka akan menemui kerugian.”

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
1. Abdullah bin Mubarak Ahmad Ishaq dan Ibnu Hubaib dari kalangan Malikiyyah berpendapat kafir3 orang yg meninggalkan shalat dgn sengaja walaupun ia tdk menentang kewajiban shalat. Pendapat ini dihikayatkan pula dari Ali bin Abi Thalib Ibnu Abbas dan Al-Hakam bin ‘Uyainah radhiyallahu ‘anhum. Sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu juga berpendapat demikian.

Mereka berargumen dgn firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Apabila telah habis bulan-bulan Haram bunuhlah orang2 musyrikin itu di mana saja kalian jumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Apabila mereka bertaubat mendirikan shalat dan menunaikan zakat mk berilah kebebasan kepada mereka utk berjalan. Sesungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan harus terpenuhi tiga syarat barulah seorang yg tadi musyrik dibebaskan dari hukuman bunuh sebagai orang kafir yaitu bertaubat mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Bila tiga syarat ini terpenuhi berarti ia telah menjadi seorang muslim yg terpelihara darahnya. Namun bila tdk ia bukanlah seorang muslim. Dengan demikian barangsiapa meninggalkan shalat dgn sengaja tdk mau menunaikan berarti tdk memenuhi syarat utk dibiarkan berjalan yg berarti ia boleh dibunuh
.
Argumen mereka dari hadits adl hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ia berkata “Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ
“Sesungguh antara seseorang dgn kesyirikan dan kekufuran adl meninggalkan shalat.”
Demikian pula hadits Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu ia berkata “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهُ فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kita dan mereka adl shalat mk barangsiapa yg meninggalkan shalat berarti ia kafir.” (Lihat Tharhut Tatsrib 1/323)

Dalam dua hadits di atas dinyatakan secara umum “meninggalkan shalat” tanpa ada penyebutan “meninggalkan krn menentang kewajibannya”. Berarti ancaman dlm hadits diberlakukan secara umum baik bagi orang yg meninggalkan shalat krn menentang kewajiban atau pun tidak.
Seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq rahimahullahu berkata:

كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ اْلأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“Adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk memandang ada sesuatu dari amalan-amalan yg bila ditinggalkan dapat mengkafirkan pelaku kecuali amalan shalat.”

Abdullah menyebutkan bahwa para sahabat sepakat ‘orang yg meninggalkan shalat itu kafir’ dan mereka tdk mensyaratkan ‘harus disertai dgn pengingkaran akan kewajibannya’ atau ‘menentang kewajiban shalat’. Karena yg mengatakan shalat itu tdk wajib jelas sekali kekafiran bagi semua orang.

2. Sementara itu dinukilkan pula pendapat mayoritas ulama yg memandang tdk atau belum kafir orang yg meninggalkan shalat secara sengaja. Al-Imam Abdul Haq Al-Isybili rahimahullahu dlm kitab Ash Shalah wat Tahajjud menyatakan “Seluruh kaum muslimin dari kalangan Ahlus Sunnah baik ahli hadits maupun selain mereka berpendapat bahwa orang yg meninggalkan shalat secara sengaja dlm keadaan ia mengimani kewajiban shalat dan mengakui/menetapkan tidaklah dikafirkan. Namun dia telah melakukan suatu perbuatan dosa yg amat besar. Adapun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg secara zhahir menyebutkan kafir orang yg meninggalkan shalat demikian pula ucapan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dan selain mereka takwil sebagaimana mereka mentakwil sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ..
“Tidaklah seorang pezina berzina dlm keadaan ia beriman saat melakukan perbuatan zina tersebut.”

Demikian pula hadits-hadits lain yg senada dgn ini. Adapun ahlul ilmi yg berpendapat dibunuh orang yg meninggalkan shalat hanyalah memaksudkan ia dibunuh sebagai hukum had bukan krn ia kafir. Demikian pendapat ini dipegangi oleh Al-Imam Malik Asy Syafi’i dan selain keduanya.”

Al-Hafizh Al-‘Iraqi rahimahullahu berkata “Jumhur ahlul ilmi berpendapat tdk kafir orang yg meninggalkan shalat bila memang ia tdk menentang kewajibannya. Ini merupakan pendapat para imam: Abu Hanifah Malik Asy-Syafi’i dan juga satu riwayat dari Al-Imam Ahmad bin Hambal. Terhadap hadits-hadits yg shahih dlm masalah hukum meninggalkan shalat ini mereka menjawab dgn beberapa jawaban di antaranya:

Pertama: Makna dari hadits-hadits tersebut adl orang yg meninggalkan shalat pantas mendapatkan hukuman yg diberikan kepada orang kafir yaitu dibunuh.

Kedua: Vonis kafir yg ada dlm hadits-hadits tersebut diberlakukan kepada orang yg menganggap halal meninggalkan shalat tanpa udzur.

Ketiga: Meninggalkan shalat terkadang dapat mengantarkan pelaku kepada kekafiran sebagaimana dinyatakan bahwa ‘perbuatan maksiat adl pos kekafiran’.
Keempat: Perbuatan meninggalkan shalat adl perbuatan orang2 kafir.”
Dalil yg dipakai oleh jumhur ulama adl firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguh Allah tdk mengampuni dosa menyekutukan-Nya dgn sesuatu dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yg dikehendaki-Nya.”

Sementara tdk mengerjakan shalat bukan perbuatan syirik namun salah satu perbuatan dosa besar yg Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan utk diberikan pengampunan bagi siapa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki.
Juga hadits-hadits yg banyak di antara hadits ‘Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدًا يُدْخِلُهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ، إِنْ شاَءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ
“Shalat lima waktu Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Siapa yg mengerjakan tanpa menyia-nyiakan di antara kelima shalat tersebut krn meremehkan keberadaan mk ia mendapatkan janji dari sisi Allah utk Allah masukkan ke surga. Namun siapa yg tdk mengerjakan mk tdk ada bagi janji dari sisi Allah jika Allah menghendaki Allah akan mengadzab dan jika Allah menghendaki mk Allah akan mengampuninya.”

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ الْمَكْتُوْبَةُ، فَإِنْ أَتَمَّهَا وَإِلاَّ قِيْلَ: انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كاَنَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتِ الْفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ يُفْعَلُ بِسَائِرِ اْلأَعْمَالِ الْمَفْرُوْضَةِ مِثْلُ ذَلِكَ

“Amalan yg pertama kali dihisab dari seorang hamba nanti pada hari kiamat adl shalat wajib. Jika ia sempurnakan shalat yg wajib tersebut mk sempurna amalan namun jika tdk dikatakanlah ‘Lihatlah apakah orang ini memiliki amalan tathawwu’ ?’ Bila ia memiliki amalan tathawwu’ disempurnakanlah shalat wajib yg dikerjakan dgn shalat sunnahnya. Kemudian seluruh amalan yg difardhukan juga diperbuat semisal itu.”
Demikian pula hadits dlm Ash-Shahihain yg dibawakan oleh ‘Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
مَنْ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ وَابْنُ أَمَتِهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ عَمَلٍ

“Siapa yg mengucapkan ‘Aku bersaksi bahwa tdk ada sesembahan yg benar kecuali hanya Allah saja tdk ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adl hamba dan Rasul-Nya ‘Isa adl hamba Allah putra dari hamba perempuan Allah kalimat-Nya yg Dia lontarkan kepada Maryam dan ruh ciptaan-Nya dan surga itu benar ada neraka pun benar adanya’ mk orang yg bersaksi seperti ini akan Allah masukkan ke dlm surga apa pun amalannya.”
Dalam satu riwayat Al-Imam Muslim dibawakan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ النَّارَ

“Siapa yg bersaksi bahwa tdk ada sesembahan yg benar kecuali hanya Allah saja dan bersaksi bahwa Muhammad adl Rasulullah mk Allah haramkan neraka baginya.”
Selain itu banyak didapatkan dalil yg menunjukkan tdk kekal seorang muslim yg masih memiliki iman walau sedikit di dlm neraka bila ia telah mengucapkan syahadatain seperti hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berikut ini. Anas berkata “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُخْرَجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ شَعِيْرَةً، ثُمَّ يُخْرَجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّةً، ثُمَّ يُخْرَجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وكَانَ فِي قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ ذَرَّةً

“Akan dikeluarkan dari neraka orang yg mengucapkan laa ilaaha illallah dan di hati ada kebaikan seberat sya’ir . Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yg mengucapkan laa ilaaha illallah dan di hati ada kebaikan seberat burrah . Kemudian akan dikeluarkan dari neraka orang yg mengucapkan Laa ilaaha illallah dan di hati ada kebaikan seberat semut yg sangat kecil.”

Ulama yang berpandangan tidak kafir orang yg meninggalkan shalat tidaklah kemudian membebaskan pelaku dari hukuman atau meringan-ringankan hukumannya. Bahkan sebalik hukuman berat dijatuhkan sebagaimana yang akan kita baca dalam keterangan berikut ini.
Ibnu Syihab Az-Zuhri Sa’id ibnul Musayyab ‘Umar bin Abdil ‘Aziz Abu Hanifah Dawud bin ‘Ali dan Al-Muzani berpendapat orang yg meninggalkan shalat krn malas tidaklah divonis kafir namun fasik. Ia harus ditahan atau dipenjara oleh pemerintah muslimin dan dipukul dgn pukulan yg keras sampai darah bercucuran. Hukuman ini terus ditimpakan pada sampai ia mau bertaubat dan mengerjakan shalat atau sampai mati dlm penjara. Hukuman bunuh tidak sampai dijatuhkan pada kecuali bila ia menentang kewajiban shalat krn ada hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

“Tidak halal ditumpahkan darah seseorang yg bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja dan ia bersaksi bahwa aku adl Rasulullah kecuali salah satu dari tiga golongan yaitu seseorang yg sudah/pernah menikah melakukan perbuatan zina karena jiwa dibalas jiwa dan orang yg meninggalkan agama berpisah dgn jamaah kaum muslimin.” (Al-Majmu’ 3/19 Ash-Shalatu wa Hukmu Tarikiha hal. 7-8)

Dalam hadits di atas tidak disebutkan hukum bunuh utk orang yang meninggalkan shalat.
Madzhab Malikiyyah dan Syafi’iyyah berpendapat bahwa orang yg meninggalkan shalat tanpa ada udzur ia diminta bertaubat dari perbuatannya. Bila tidak mau bertaubat maka dibunuh dengan cara dipenggal dengan pedang menurut pendapat jumhur. Namun hukuman bunuh ini dijatuhkan sebagai hukum had bagi bukan dibunuh karena kafir. Setelah meninggal ia dikafani dishalati dan dikuburkan di pemakaman muslimin.

Dari keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dlm Majmu’ Fatawa sehubungan dgn perkara shalat ini tampak bahwa beliau membagi manusia menjadi empat macam:
  • Orang yg menolak utk mengerjakan shalat sampai ia dibunuh sementara di hati sama sekali tdk ada pengakuan akan kewajiban shalat dan tdk ada keinginan utk mengerjakannya. Orang ini kafir menurut kesepakatan kaum muslimin.
  • Orang yg terus-menerus meninggalkan shalat sampai meninggal sama sekali ia tdk pernah sujud kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia pun tdk mengakui kewajiban mk orang ini pun kafir.
  • Orang yg tdk menjaga shalat lima waktu ini adl keadaan kebanyakan manusia. Sekali waktu ia mengerjakan shalat pada kali lain ia meninggalkannya. Orang yg keadaan seperti ini berada di bawah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki akan diadzab kalau tdk mk Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya. Dalil adl hadits ‘Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu yg telah disebutkan di atas.
  • Kaum mukminin yg menjaga shalat mereka. Inilah yg mendapat janji utk masuk surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari perbedaan pendapat yg ada penulis sendiri lbh condong pada pendapat yg menyatakan tdk kafir. Dan inilah pendapat yg menenangkan hati kami wallahu Ta’ala a’lam bish-shawab.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata ketika menguatkan pendapat ini “Terus-menerus kaum muslimin saling mewarisi dgn orang yg meninggalkan shalat . Seandai orang yg meninggalkan shalat itu kafir dan tdk akan diampuni dosa tentu tdk boleh mewarisi dan tdk mewariskan harta kepada kerabatnya. Adapun jawaban argumen yg dibawakan oleh yg berpendapat kafir orang yg meninggalkan shalat dgn hadits Jabir hadits Buraidah dan riwayat Abdullah ibnu Syaqiq adl bahwa hadits-hadits tersebut dibawa makna kepada orang yg meninggalkan shalat akan menjadi serikat bagi orang kafir dlm sebagian hukum yg diberlakukan kepada yaitu ia wajib/harus dibunuh. Dengan takwil ini terkumpullah nash-nash syariat dan kaidah-kaidah yg telah disebutkan.”

Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyatakan “Aku berpandangan bahwa yg benar adl pendapat jumhur. Adapun riwayat yg datang dari sahabat bukanlah nash yg memastikan bahwa yg mereka maksudkan dgn kufur adl kufur yg membuat pelaku kekal di dlm neraka.”
Wallahu Ta’ala a’lam bish-shawab.
  1. Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri Abu ‘Amr Al-Auza’i Abdullah ibnul Mubarak Hammad bin Zaid Waki’ ibnul Jarrah Malik bin Anas Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Ahmad bin Hambal Ishaq bin Rahuyah dan murid/ pengikut mereka berpandangan bahwa orang yg meninggalkan shalat dibunuh. Kemudian mereka berbeda pendapat apakah dibunuh sebagai seorang muslim yg menjalani hukum had sebagaimana dibunuh zina muhshan ataukah dibunuh krn kafir sebagaimana dibunuh orang yg murtad dan zindiq.
  2.  فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
    ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas dgn kerugian. Qatadah berkata “ kejelekan.” Ibnu Mas’ud menafsirkan dgn sebuah lembah di neraka Jahannam yg sangat dlm lagi sangat buruk makanannya. Adapula yg menafsirkan dgn sebuah lembah di Jahannam yg berisi darah dan nanah.
  3.  Bila sampai vonis kafir dijatuhkan berarti diberlakukan pada hukum-hukum orang kafir/murtad. Seperti tdk memperoleh warisan dari kerabat yg meninggal bila sudah beristri mk ia harus menceraikan istri bila belum mk tdk boleh dinikahkan dgn wanita muslimah. Bila ia meninggal dunia jenazah tdk boleh dimakamkan di pekuburan muslimin dan seterusnya.
  4. Dan pendapat ini pula yg dipegangi oleh sebagian besar imam dakwah pada hari ini. Di antara Samahatusy Syaikh Ibn Baz Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan guru kami Asy-Syaikh Muqbil rahimahumullah.
  5. Ada dua riwayat dari Al-Imam Ahmad dlm masalah membunuh orang yg meninggalkan shalat ini. Pertama: Ia dibunuh sebagaimana dibunuh orang yg murtad. Demikian pendapat ini dipegangi oleh Sa’id bin Jubair Amir Asy-Sya’bi Ibrahim An-Nakha’i Abu ‘Amr Al-Auza’i Ayyub As-Sikhtiyani Abdullah ibnul Mubarak Ishaq bin Rahuyah Abdul Malik bin Hubaib dari kalangan Malikiyyah satu sisi dlm madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i Ath-Thahawi menghikayatkan dari Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri dan Abu Muhammad ibnu Hazm menghikayatkan dari ‘Umar ibnul Khaththab Mu’adz bin Jabal Abdurrahman bin ‘Auf Abu Hurairah dan selain mereka dari kalangan shahabat.
    Kedua: Dibunuh sebagai hukum had bukan krn kafir. Demikian pendapat Malik Asy-Syafi’i dan Abu Abdillah ibnu Baththah memilih riwayat ini.
  6. Yakni si pezina tdk mungkin melakukan perbuatan zina di kala iman sempurna. Hanyalah ia jatuh ke dlm perbuatan nista tersebut krn iman sedang lemah. Dengan demikian hadits ini bukanlah menunjukkan bahwa pezina itu tdk punya iman dlm arti keluar dari iman dan masuk ke dlm kekafiran namun si pezina tetap seorang muslim dgn keimanan yg sekadar mensahkan keislamannya.
  7. Seperti hadits Jabir dan hadits Buraidah.
  8. Apabila si hamba meninggal dlm keadaan membawa dosa syirik tdk sempat bertaubat dari kesyirikan. Adapun bila bertaubat dari dosa-dosa maka:
    إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا
    “Sesungguh Allah mengampuni seluruh dosa.”
  9. Yang harus selalu diingat hukum had bukanlah ditegakkan oleh orang per orang atau suatu perkumpulan/organisasi perorangan namun yg berwenang dlm penegakan adl wulatul umur yaitu pemerintah kaum muslimin.
  10. Dan ia mati tentu bukan sebagai orang kafir tapi sebagai orang fasik seorang mukmin yg mengerjakan dosa besar. Sehingga pengurusan jenazah tetap diselenggarakan oleh kaum muslimin sebagaimana penyelenggaraan jenazah orang Islam; ia dimandikan dikafani dishalati dan dikuburkan di pemakaman muslimin.
  11. Berargumen dgn ayat: 
    فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
    “Apabila telah habis bulan-bulan Haram bunuhlah orang2 musyrikin itu di mana saja kalian jumpai mereka dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Apabila mereka bertaubat mendirikan shalat dan menunaikan zakat mk berilah kebebasan kepada mereka utk berjalan. Sesungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
  12. Berdalil dgn hadits:
    إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ فِي كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ
    “Sesungguh Allah menetapkan utk berbuat ihsan dlm segala sesuatu mk kalau kalian membunuh baikkanlah dlm cara membunuh.”
    Sementara membunuh dgn memukulkan pedang ke leher merupakan sebaik-baik cara membunuh dan lbh cepat menghilangkan nyawa sehingga tdk menyakitkan dan menyiksa orang yg dibunuh.
  13. Karena ada yg nama kufrun duna kufrin yaitu amal merupakan amalan kekafiran namun pelaku belum tentu dikafirkan.


Sumber: www.asysyariah.com
Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari