Minggu, 06 Mei 2012

BUDAYA “MIKUM, SAMIKUM, DAN LIKUM” PENGGANTI UCAPAN SALAM

Alfaqih Warsono



Akhir-akhir ini tengah digandrungi oleh “kaum gaul” mengucapkan salam dengan ucapan “mikum”, “samikum”, atau “likum” ketika mereka memasuki suatu pintu (rumah, kantor), atau ketika berjumpa dengan orang lain. Ucapan tersebut mengalahkan pamornya salam dengan “assalamu alaikum”. Ucapan tersebut dipakai oleh berbagai kalangan, mulai anak-anak pelajar, mahasiswa, ibu-ibu arisan, remaja, pegawai kantoran, karyawan (perusahaan, toko, pabrik, LSM), bahkan ada juga di anatara beberapa guru.


 Sangat disayangkan mengapa ucapan salam demikian menjadi trend dan budaya saat ini. Apakah ini artinya bahwa mereka sedang nge-trend-kan dan menggunakan bahasa “gaul” dalam hal “salam”?  Budaya yang disebut oleh orang-orang dalam pergaulan akan dikatakan “keren” jika dipandang “gaul”. Mereka memandang baik/bagus ucapan mereka itu menurut kehendaknya. Tepat apa yang dikatakan Tuhan seperti  yang diucapkan Nabiyullah Ya’qub as yang tertuang dalam QS Yusuf [12]: 83, yaitu:

بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْراً
“Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu.”


Alangkah lebih baik jika pergaulan menggunakan bahasa dan gaya “ber-gaul Islami”, artinya gaul yang diselaraskan dengan budaya Islam, insya Allah mengandung barokah, rahmah dan maghfiroh. Jika tidak, sesungguhnya ini berarti diperdaya oleh syaitan. Ingat bahwa:

إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“ Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS Al Baqarah [2]: 169)

Berangkat dari keterangan-keterangan tersebut di atas, hendaklah kita tidak mengucapkan “salam” sesuai kehendak kita yang katanya “lagi nge-trend dan gaul”, melainkan yang baik dan mengandung rahmat.

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). (QS Al Isra [17]: 53)”.

Yang dimaksud perintah Nabi dengan:
يا أيها الناس! أَفْشُوا السَّلاَمَ،
“hai manusia, tebarkan salam” (seperti  dalam HR Ibnu Majah, hadits no. 3251) adalah ucapan yang mengandung doa bagi yang diucapi salam, begitu juga bagi yang mengucapkan karena ucapan salam akan dikembalikan kepada yang mengucapkannya. Bukankah mengucap “salam” itu sunnah dan menjawab “salam” itu wajib, bagian dari hak orang Islam atas orang Islam lainnya.

Menjawab salam adalah perbuatan yang diperintah dalam Islam. Menjawab salam diutamakan dengan jawaban yang lebih baik. Namun demikian jika tidak memungkinkan, maka minimal sama dengan ucapan salamnya orang yang mengucapkannya. Ini berdasarkan QS An Nisa [4]: 86.
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيباً
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

Ucapan salam adalah merupakan ucapan penghormatan (tahiyyat) sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas dan dalam sebuah riwayat Al Bukhari berikut ini, yakni ketika Allah menciptakan Adam as, Allah berfirman kepada Adam :
اذهب فسلم على أولئك، نفر من الملائكة، جلوس، فاستمع ما يحيونك، فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ، فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ، فَقَالُوْا: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ، (رواه البخارى عن أبي هريرة)
“pergilah lalu ucapkan salam kepada mereka (golongan malaikat), lalu dengarkan apa yang mereka tahiyatkan (beri penghormatan) kepadamu, karena itu sesungguhnya tahiyatmu dan tahiyat anak cucumu, lalu ia mengucap “ assalamu’alaikum”, kemudian mereka menjawab “assalamu’alaika warahmatullah”…”

Sehingga ketika seseorang mengucapkan “assalamu ‘alaikum”, maka jawaban yang lebih baik adalah “wa ‘alaikumus salam warahmatullah”, dan jika seseorang mengucapkan “assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh”, maka jawaban yang lebih baik adalah dikembalikan sama dengan ucapan salamnya, yakni “wa ‘alaikumus salam warahmatullahi wa barakatuh”. Tidak ada petunjuk menjawab salam melebihi ucapan “wa barakatuh”. Berikut ini riwayat yang memberi sokongan konsep di atas:
حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَن يَحْيَى بن سَعِيدٍ أَنَّ رَجُلاً سَلَّمَ عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَر فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ وَالْغَادِيَاتُ الرَّائِحَاتُ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ وَعَلَيْكَ أَلْفًا ثُمَّ كَأنَّهُ كَرِهَ ذَلِكَ (رواه مالك فى الموطأ)
Diriwayarkan dari Malik dari Yahya bin Sa’id bahwa sesungguhnya seorang laki-laki memberi salam kepada Abdullah bin Umar, katanya: Assalamu’alaika wa rahmatullahi wa barakatuh wal ghadiyatu war raihat” Ibnu Umar menjawab : “Wa ‘alaika alfan” (sama-sama 1000 kali), seakan-akan ia tidaksuka ucapan salam itu. (HR Malik dalam Al Muwatho, hadits no. 1727)

Juga hadits no. 1722 dari Malik dari Wahab bin Kisyan dari Muhammad bin Amru bin Atho bahwa ia berkata “aku duduk bersama Abdullah bin Abbas lalu masuklah orang dari Yaman dan mengucap salam:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kemudian ditambahi ucapan salam tersebut dengan ucapan yang lainnya, maka Ibnu Abbas menjelaskan:
إِنَّ السَّلاَمَ اِنْتَهَى إِلَى الْبَرَكَةِ
(sesungguhnya salam itu berakhir hanya sampai ucapan “wa barakatuh” saja).

Namun ketika ucapan salam tidak baik, tidak bermakna sama sekali atau mendoakan yang tidak baik, terlebih tidak mengandung doa kebaikan, tidaklah perlu kita jawab dengan jawaban yang baik. Tidaklah termasuk ucapan salam yang baik dan pasti tidak mengandung doa kebaikan jika ada orang mengucap salam dengan : *mikum, atau *likum. Bahkan ada ucapan salam masa kini yang berarti sama dengan yang pernah disampaikan orang Yahudi di masa Nabi SAW, yaitu : *samikum, semikum. Hadits yang dimaksud adalah:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْيَهُوْدَ إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَحَدُهُمْ فَإِنَّمَا يَقُوْلُ السَّامُ عَلَيْكُمْ فَقُلْ عَلَيْكَ (رواه مالك في الموطأ)
Diceritakan dari malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar, bahwa ia berkata Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya orang Yahudi apabila mengucap salam kepadamu, ia mengucapkan *sam alaikum, *samlikum (assamualaikum) (yang berarti mudah-mudahan kamu mendapat “racun”. Maka jawablah dengan ucapan: ‘alaika (berarti  “racun bagimu”). (HR Malik dalam kitab Muwattho, hadits no. 1723)

Oleh karena itu marilah kita mengucap salam yang baik dan mengandung doa kebaikan. Ingat “assalamu alaikum” berarti “mudah-mudahan kamu mendapat keselamatan dan kesejahteraan”. Ucapan “assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh” berarti “mudah-mudahan kamu mendapat keselamatan/ kesejahteraan, rahmat (kasih sayang) Allah dan barokahNya”. Maka kita jawab “wa ‘alaikumus salam warahmatullahi wa barakatuh” yg berarti ““mudah-mudahan kamu juga mendapat keselamatan/ kesejahteraan, rahmat (kasih sayang) Allah dan barokahNya”.

Meskipun mengucap salam dihukumi sunnah dan menjawabnya dihukumi wajib, namun yang sangat dianjurkan adalah justru yang mengucap salam lebih dulu. Hal ini berdasar pada hadist

حَدَّثَنَا عَلِي بْنِ عَبْدِ الله: حَدَّثَنَا سُفْيَان، عَن الزُهْرِي، عَن عَطَاءِ بْنِ يَزِيْد اللَّيْثِي، عَنْ أبِيْ أيُّوب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أنْ يهجر أخَاهُ فَوْقَ ثَلاثٍ، يَلْتَقِيَانِ: فَيَصُدُّ هَذَا ويصد هذا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ). وذكر سفيان: أنه سمعه منه ثلاث مرات.
Diceritakan dari Ali bin Abdullah dari Sufyan dari az Zuhry dari Atho bin Yazid allaitsy dari Abu Ayyub ra dari Nabi SAW berkata: tidak halal bagi orang Islam mendiamkan saudaranya (yang muslim) lebih dari 3 hari, lalu ia mencegah ini dan ini, dan yang terbaik dari, mereka berdua adalah yang mengawali mengucap salam. (HR Al Bukhary, hadist no. 5883)

Wallahu a'lam.

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Mudah-mudahan bermanfaat buat Anda dan orang yang membaca dan berhati lunak untuk menerima nasihat.

      Hapus

You can give only good comments to what interest you